Minggu, Januari 30, 2011

LEGISLASI:Banleg Tanggamus Mulai Susun Kode Etik Dewan

KOTAAGUNG (Lampost): Badan Legislasi (Banleg) DPRD Tanggamus mulai minggu depan menyusun peraturan kode etik Dewan. Kode etik itu berisikan tidak hanya sanksi bagi wakil rakyat yang membolos, tapi memuat klausul sejumlah larangan saat mengikuti persidangan.

"Sejumlah larangan akan menjadi bahasan Banleg. Jenisnya apa saja, belum bisa diperinci," kata Akhamdi Sumaryanto, ketua Banleg DPRD Tanggamus, Jumat (28-1).

Menurut dia, larangan yang akan diberlakukan adalah larangan yang sifatnya secara umum yang juga dilarang di daerah lain. "Misalnya, melarang merokok saat berlangsung proses persidangan dan sejumlah etika lainnya yang tidak boleh muncul saat sidang berlangsung," kata dia.

Dalam kode etik itu, kata Akhmadi, akan diterapkan sistem penghargaan dan hukuman sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kedisiplinan para legislator.

Dia juga menjelaskan dalam kode etik itu akan diatur mengenai batasan frekuensi ketidakhadiran para legislator dalam berbagai kegiatan di lembaga Dewan.

Dia juga mengatakan kode etik yang akan disusun nantinya akan menjadi pedoman Badan Kehormatan (BK) dalam bekerja. "Kami yang menyusun dan BK yang melaksanakan," ujar dia.

BK sendiri sudah tersusun sejak lama. Hanya saja, kata Akhmadi, karena aturan yang digunakan sebagai landasan mereka bekerja belum ada maka secara fungsional mereka bekerja. "Target kita, rancangan kode etik ini segera dapat disahkan menjadi kode etik DPRD Tanggamus dan BK segera melaksankannya," kata dia.

Sementara itu, selain akan membahas kode etik, Banleg juga akan menyusun sejumlah peraturan daerah (perda) yang akan dirampungkan selama tahun 2011. Perda tersebut, antara lain tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah, Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis. (CK-9/D-3)

Banleg akan Bahas Perda Pajak dan Retribusi

Jumat, 28 Januari 2011 | 18:48 WIB

Laporan Wartawan Tribun Lampung, Dedi Sutomo

KOTA AGUNG, TRIBUN - Badan Legislasi (Banleg) DPRD Tanggamus kembali menggelar hearing dengan bagian hukum sekretaris daerah (sekda) Kabupaten Tanggamus membahas prioritas perda yang akan dibahas pada tahun 2011. Dan dari sekitar 21 perda yang rencananya akan dibahas pada tahun 2011, 12 di antaranya raperda tentang pajak dan retribusi.

Ketua Banleg DPRD Tanggamus Akhmadi Sumaryanto, kepada Tribun, Jumat (28/1/2011) mengungkapkan, dari hasil hearing terjadi penambahan jumlah perda yang rencananya akan di bahas.

Sebelumnya, ujar politisi PKS itu, banleg dan bagian hukum telah merencanakan 19 raperda yang akan dibahas pada tahun 2011 ini. Hal itu, imbuhnya, sesuai dengan alokasi anggaran yang ada untuk pembahasan perda yang hanya sekitar Rp180 juta rupiah.

"Dari hasil hearing, target perda yang akan dibahas pun mengalami penambahan dua perda. Sehingga pada tahun 2011 ini akan ada 21 raperda yang akan di bahas bersama," paparnya.(*)


Kamis, Januari 27, 2011

Tanggamus Butuh Perda Khusus Ternak

Rabu, 26 Januari 2011 | 21:33 WIB
laporan wartawan tribunlampung.co.id, Dedi Sutomo

KOTAAGUNG, TRIBUN -
Ketua Badan Legeslasi DPRD Tanggamus Akhmadi Sumaryanto mendukung keberadaan perda khusus yang mengatur tentang peternakan. Sebab, dengan aturan yang jelas, eksistensi sektor perternakan bisa lebih berkembang.

"Adanya peraturan khusus tersebut sangat penting. Hal itu merupakan langkah yang cukup positif untuk melindungi sektor peternakan kita," ungkapnya, Rabu (26/1/2011).

Ia mencontohkan Kabupaten Lumajang yang melindungi sektor peternakan daerah dengan peraturan tersendiri. Perda khusus tersebut berguna untuk melindungi keberlangsungan sektor peternakan. (*)

6 Perda Retribusi dan Pajak Baru
Diposting oleh: Jay
Senin, 17 Januari 2011 | 07:24 WIB
KOTAAGUNG - Kabupaten Tanggamus saat ini telah memiliki enam perda tentang pajak dan retribusi yang baru. Perda tersebut adalah perda tentang pajak air bawah tanah, perda tentang pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB), perda tentang retribusi jasa kepelabuhan, perda tentang retribusi pasar, perda tentang pajak hotel dan perda tentang pajak restoran.
Pembuatan perda tentang pajak dan retribusi ini, menurut ketua panitia legislasi DPRD Tanggamus Ir. Akhmadi Sumaryanto, merupakan tindak lanjut dari terbitnya UU No.28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
Seiring terbitnya UU tersebut, masing-masing daerah kabupaten dan kota diharuskan untuk merevisi perda tentang pajak dan retribusi daerah disesuaikan dengan UU 28 tahun 2009.
Misalnya, untuk perda retribusi pasar, menurut Kabag Hukum Nurpendi, dalam perda baru tersebut diterangkan kalau hamparan dagangan yang panjangnya 1 sampai 6 meter dikenakan retribusi Rp1.000 per hari, hamparan dagangan dengan panjang 6 meter lebih retribusi Rp2.000 per hari.
“Selanjutnya, dagangan dengan los terbuka dikenakan retribusi Rp2.000 per hari, dagangan dengan los tertutup retribusi Rp3.000 per hari,” terang Nurpendi.
Demikian juga besarnya pajak hotel dan restoran. Besarnya pajak yang harus dibayar oleh para wajib pajak dalam hal ini para pemilik hotel dan restoran. Untuk hotel adalah 10 persen dari pendapatan. Demikian juga restoran dikenakan pajak sebesar 10 persen.
Namun khusus restoran, mereka yang diwajibkan membayar pajak adalah, yang memiliki omset penjualan Rp6 juta lebih per bulan. Sedangkan bagi restoran yang beromset dibawah Rp6 juta per bulan tidak dikenakan wajib pajak.
Perda tentang pajak air bawah tanah, dari hasil pembahasan ditetapkan besarnya pajak bagi setiap transaksi yakni sebesar 20 persen dari harga jual air.
Dicontohkan, jika satu perusahaan memakai air sebanyak 10.000 M3 untuk dijual, maka perusahaan yang bersangkutan mesti membayar pajak sebesar 20 persen dari harga jual air yang dimaksud.
Penarikan pajak air bawah tanah ini sama seperti penarikan pajak BPHTB sebelumnya ditangani pemerintah pusat, namun dengan diundangkannya UU No 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, maka pajak ini menjadi kewenangan daerah kabupaten dan kota.
Dengan demikian, pasca terbitnya Perda ABT dan BPHTB maka pada 2011 mendatang, baik pusat maupun provinsi sudah tidak memungut kedua pajak ini, karena telah diserahkan ke daerah