Jumat, Mei 09, 2008

Ke Tanah Haramain

Catatan Perjalanan Spiritual Akhmadi Sumaryanto (Bagian III) Ke Tanah Haramain, Pentingnya Memahami Bahasa Asing
SKH Radar Tanggamus, Kamis, 08 Mei 08 - oleh : adyjin

Berikut ini adalah perjalan spiritual dari sang kandidat calon wakil gubernur Lampung, Ir. Akhmadi Sumaryanto (Yanto) yang baru saja menunaikan ibadah umrah.
Catatan perjalanan ini dirangkum dengan tema naratif dan disampaikan langsung oleh Akhmadi Sumaryanto yang ditulis Radar Tanggamus di sela-sela kesibukannya menghadiri berbagai undangan dan sosialisasi yang berkaitan dengan agenda pemilihan gubernur (Pilgub) Lampung.

GISTING - SALAH satu yang menjadi problem ketika melakukan perjalanan ke luar negeri adalah bahasa. Kendala ini, mulai dirasakan ketika menginjakkan kaki di Bandara King Abdul Azis, Jeddah.
Petugas imigrasi yang ada di sana, hanya menggunakan bahsa isarat untuk memerintahkan kami maju satu persatu untuk mengeluarkan paspor. Untungnya tidak ada kendala, sehingga tidak perlu dialog dengan mereka.
Dan memang, dari roman muka mereka, tampak mereka begitu lelah, karena kedatangan kami sudah jam 23. 00 Waktu Arab Saudi.
Setelah menyelesaikan urusan imigrasi, kami dijemput oleh bus, dan ternyata PO bus tersebut bernama Al Ahmadi.
Tak pelak, teman-temanpun meledek saya, dan mengatakan bahwa bus tersebut adalah milik saya. Alhamdulillah, menaiki bus ini, kami tidak mengalami kendala bahasa karena supirnya berasal dari tanah Priangan.
Kendala yang kami alami, ketika kami masuk ke hotel tempat kami bermalam. Resepsionisnya orang Arab tulen, dan parternya orang India, dan sama-sama tidak dapat berkomunikasi dengan bahasa Indonesia.
Meskipun tedapat guide dan pembimbing dari tour Labbaik, tetapi ada masanya harus berhubungan langsung dengan mereka. Untungnya bahasa isyarat masih bisa digunakan.
Problem muncul kembali ketika harus belanja ke pasar. Para pedagang umumnya menawarkan harga diatas haraga seharusnya.
Masalahnya, bagaimana cara menawarnya?. Biasanya mereka mengatakan halal kalau sudah cocok dan haram kalau belum boleh (ini tidak ada kaitannya dengan halal-haram dalam fikih).
Ada kejadian kami menawar dua pasang pakaian, setelah sekian lama kami menawar dan belum cocok, si pedagang menggerutu dalam bahasa Arab, sambil menunjukkan mimik muka marah.
Tapi, lagi-lagi, kami tidak paham apa maksudnya. Salah seorang teman nyeletuk, ini kayak ayam sama bebek, yang satu entah ngomong apa, yang lain entah apa yang dimaksud.
Kiat para pedagang menyiasati masalah bahasa ini beranega macam. Ada yang mematok dengan konsep satu harga, 5 SR atau 10 SR.
Ada juga yang menggunakan pengeras suara, dan ternyata yang sumber suara berasal dari tape recorder. Mereka telah terlebih dahulu merekamnya dalam berbagai bahasa unuk menawarkan dagangan mereka. Yang paling banyak adalah dengan bahasa Indonesia , Melayu, dan India.
Kenapa 3 bahasa ini?, bisa jadi mereka jago-jago belanja. Meskipun secara kasat mata yang paling banyak adalah orang Iran dan Turki.
Banyak pula pedagang kaki lima yang berasal dari Indonesia. Dan kadang-kadang aneh pula cara berdagangnya. Sebagian tidak membolehkan membuka kemasan, sehingga mungkin bisa dapat bagus atau kebalikannya.
Ada juga ketika ditawar tidak boleh, tetapi malah memberikan hadiah, sehingga jatuhnya lebih murah. Misalnya, satu kotak parfum dihargai 35 SR (Saudi Real), ditawar 3 kotak 100 SR tidak diberikan.
Maka belilah kami 2 kotak dengan harga 70 SR. Ketika sudah dibungkus si pedagang, saya diberi hadiah 1 kotak lagi.
Sehingga harga 3 kotak minyak wangi tersebut, tetap 70 SR. Aneh ya?. Ada juga pedagang yang galak, pembeli pertama boleh 3 ikat Siwak 10 SR, giliran saya tidak diperkenankan, dan mematok harga 5 SR untuk tiap ikatnya. (Andri Cahyadi)

Tidak ada komentar: