Berbarengan dengan itu pula, kita jadi pemalas, pemarah dan lupa berdzikir kepada-Nya. Di saat inilah sebenarnya iman dan Islam kita diuji Allah. Apakah tatkala sakit kita masih menjadi orang yang sayang kepada istri, anak, tetangga, sahabat kita? Apakah ketika sakit kita tetap mampu beribadah dan bekerja sebagaimana kita sehat?
Sakit sebenarnya sesuatu yang biasa, alamiah. Karena itu tak perlu ditakuti dan dicemaskan. Justru ketika sakit datang, kita harus menyambutnya dengan rasa suka cita. Lewat sakitlah Allah Sang Pencipta sakit berkehendak mendidik kita untuk jadi orang yang lemah lembut, peduli dengan yang lain, banyak berdzikir, hidup sederhana dan selalu siap dengan sakaratul maut.
Allah Swt. sendiri sangat mencintai terhadap hamba-hamba-Nya yang selalu sabar dan tabah dalam derita dan sengsara. Karena mereka yang berani mengalami penderitaan dan kesengasaraan hidup berarti mereka telah siap berjuang dengan sesungguhnya.
Banyak kisah indah yang perlu kita teladani dalam hidup ini ketika mengahadapi derita. Bukankah para Nabi Allah hidup penuh dengan derita pisik dan psikis (mental)? Bukankah mereka yang paling dahsyat mendapat intimidasi dari kaumnya sendiri? Nabi Nuh As dicerca, dicemooh kaumnya, Nabi Ibrahim dibakar oleh raja Namrud dan diusir ayahnya, Azar dan Nabi Muhammad Saw dilempari kotoran, dicerca, dihina dan diusir kaumnya?
Alangkah agungnya para kekasih Allah itu. Kendati mereka mengalami cercaan, hinaan hidup, mereka tetap menjadi manusia yang mulia; bersabar, tetap banyak ibadah, dan selalu berdzikir kepada Allah.
Rasulullah Saw. telah memberi kabar gembira bagi mereka yang tetap sabar dan tabah saat ditimpa sakit, musibah ataupun derita lainnya. Bagi mereka adalah ampunan dari-Nya atas dosa-dosa yang dilakukannya. ?Tidaklah musibah, penyakit, kesengsaraan, kesedihan dan rasa sakit menimpa seorang muslim, bahkan sampai duri yang menusuknya, melainkan dengannya Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannya.? Demikian pesan Nabi mulia itu diriwayatkan imam Bukhari dan Muslim.
Dalam al-Qur?an, Allah menggambarkan orang-orang yang bersabar dengan penderitaan sebagai hamba-hamba-Nya yang memperoleh kebajikan. Mereka inilah orang-orang yang benar imanya (karena telah teruji) dan mereka inilah kelompok muttaqien yang sesungguhnya (QS. Al- Baqarah: 177)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar